The Regret (Part 8)

the-regret-poster-2-by-minswag

Cast : Kim Myungsoo I Bae Suzy I Mark Yi-Tuan

Other : Baek Yerin I Choi Minho I Choi Chae Won

Genre : Romance, Sad, Married Life

Poster : MINSWAG~ @School Art Design

**

“No Matter How, The Time Will Not Comeback”

**

*Before at Part 7 “The Mistake”

“Yang Myungji butuhkan hanya kehadiranmu, oppa. Bukan mainan yang kau berikan atau hadiah-hadiah mewah selama ini. Dia hanya ingin ayah-nya. Itu saja. Tapi aku sadar aku tak bisa menuntut itu padamu. Karena kau bukan ayah-nya.”

DEG… Hati Mark kembali tersentak. Kata-kata Suzy benar-benar menancap dan menyayatnya.

Suzy meninggalkan Mark yang masih terpaku di tempatnya. Sementara namja itu kini memikirkan kata-kata Suzy yang sudah mengguncang perasaannya seketika. Mungkin Suzy benar. Dia yang selama ini salah mengartikan apa itu kasih sayang. Dia salah….

“Maafkan aku, Myungji-ah…. Maafkan appa…” Lirihnya seketika.

**

Part 8 : “A New Problem”

**

Myungji mengerang lemah. Dia baru saja terbangun di pagi cerahnya lantaran mengingat hari ini dia harus kembali masuk sekolah. Tapi tunggu… Kemana eomma-nya yang super cerewet itu? Kenapa tidak membangunkannya? Tumben sekali.

Lantas yeoja kecil itu membuka matanya perlahan dan mendapati sosok lain di samping tempat tidurnya tengah tertidur dengan posisi duduk.

Appa…” Panggil Myungji pelan.

Karena tak melihat ada reaksi akhirnya Myungji menggoyangkan tubuh Mark pelan.

“Appa ireona…” Panggil Myungji lagi.

Setelah beberapa kali Myungji memanggilnya, akhirnya Mark terbangun. Dia menatap sosok Myungji dengan setengah sadar. Tapi akhirnya dia tersenyum, mengacak lembut rambut myungji, dan mencium keningnya.

“Morning, baby!” Ucap Mark.

“Morning, daddy!.” Sahut Myungji.

Myungji tersenyum senang. Entah kapan terakhir kali dia mendapat sapaan seperti itu dari bibir appa-nya. Rasanya sudah sangat lama.

Eomma-mu mungkin sudah membuatkan sarapan, kajja kita ke meja makan!” Ucap Mark.

Myungji mengangguk pelan. Dia lantas menatap Mark ragu. Dia ingin Mark menggendongnya tapi apa Mark mau? Appa-nya itu tak pernah menggendongnya, kecuali saat Myungji tertidur di ruangan lain dan Mark harus memindahkannya. Tapi…

“Kau mau appa gendong?” Tanya Mark.

Myungji mengangguk pelan.

Kajja! Kita harus secepatnya ke meja makan atau eomma-mu akan menghabiskan sarapan kita!” Ucap Mark lantas menggendong Myungji dan membawanya keluar kamar.

**

Suzy tertegun melihat Mark yang menggendong Myungji. Rasanya baru tadi dia merasa aneh dan sekarang lagi? Sebenarnya Suzy bukan kesiangan atau bahkan lupa untuk membangunkan Myungji-nya. Tapi pagi ini berbeda. Saat dia membuka pintu kamar Myungji, dia melihat Mark di sana. Sepertinya semalam namja itu memang tidur di sana. Alhasil, karena tidak mau mengganggu Mark, Suzy mengurungkan niatnya membangunkan Myungji.

Dan sekarang. Dia kembali mengerutkan dahinya heran lantaran melihat Mark dan Myungji yang berjalan menuju meja makan bersama. Mereka sepertinya sedang senang karena terlihat jelas dari wajah mereka yang tak henti tersenyum.

Morning, mommy!” Sapa Myungji.

Annyeong, Myungji-ah…” Sahut Suzy.

Mom, English please!” Ucap Myungji kesal.

“Ck… sama saja!” Dengus Suzy.

Mark dan Myungji tertawa mendengar Suzy mendengus kesal.

Morning, my wife!”

“Mor…” Suzy menghentikan kalimatnya seketika mengingat siapa yang menyapanya itu. Mark. Memanggilnya. WIFE?

Eomma kau harus membalas sapaan appa. Aigoo… Solma eomma juga tak tahu Bahasa Inggrisnya suami? Majayo? Aigoo… Aigoo.. Sebaiknya appa tidak hanya mengajariku, tapi kurasa eomma juga perlu diberi pelajaran Bahasa Inggris.” Ucap Myungji sambil menggelengkan kepalanya.

Mark kembali terkekeh mendengar Myungji. Lantas dia menurunkan Myungji di tempat duduknya.

“Sudah tak usah dibalas.” Ucap Mark pada Suzy melihat yeoja itu masih terpaku di tempatnya.

“Hah… Kalian berdua pagi-pagi sudah mengerjaiku.” Rutuk Suzy.

Namun sepertinya Myungji atau Mark sama-sama tak peduli, keduanya justru tetap terkekeh.

**

“Apa nanti appa aku menjemputku juga?” Tanya Myungji usai Mark mengantarnya ke depan sekolah.

“Kau mau appa menjemputmu?”

Myungji mengangguk tegas. Dia benar-benar senang hari ini. Bahkan dia tak mau melepas tautan tangannya dengan Mark.

“Baiklah. Nanti apa usahakan.” Sahut Mark yang membuat Myungji langsung tertunduk lemas.

‘Usahakan’. Kata itu yang membuat Myungji yakin bahwa Mark takkan menepatinya. Dan Mark mengerti mimik wajah Myungji.

Appa akan menjemputmu dan kita jalan-jalan. Kau senang?”

Myungji mengangguk senang dan mengecup sekilas kedua pipi Mark yang sudah berjongkok menghadapnya.

Appa jjang!” Sahut Myungji.

Geurom. Sekarang kau masuk ke kelas dan menjadi murid yang baik. Jangan nakal ne!”

“Myungji tidak pernah nakal, appa. Yang nakal itu Choi Yoogeun.”

Mark hanya terkekeh.

**

Suzy menghela nafasnya gusar. Pikirannya kembali melayang kepada kejadian hari ini yang tak pernah diduganya. Dia masih bingung. Terlampau bingung. Kenapa sikap Mark begitu? Apa Mark mulai berubah? Apa ini karena perkataannya? Atau karena Myungsoo?

“Kenapa? Kenapa jadi begini? Apa Mark oppa akan menahan Myungji? Apa dia ingin semuanya menjadi nyata? Apa dia ingin pernikahan ini bukan hubungan sebatas perjanjian? Eotteoke… Apa yang harus kulakukan?” Gumam Suzy.

Yeoja itu berjalan mondar-mandiri di ruang kerjanya. Dia menggigiti kuku jarinya. Semua pertanyaan itu membuat kepalanya berdenyut. Dia tak tahu. Tak mengerti. Semuanya terjadi begitu cepat.

Kembalinya Myungsoo. Kedekatan Myungji dan Myungsoo. Dan perubahan sikap Mark. Dia benar-benar bingung. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Memisahkan Myungji dengan kedua namja itu? Kenapa semuanya sesulit ini? Kenapa semuanya tak seperti tahun-tahun belakangan saja? Berjalan normal apa adanya. Tanpa Myungsoo. Tanpa perasaan yang mengganggu. Tanpa sikap hangat Mark. Tanpa rasa sesak di dadanya.

“Suzy-ah kau di dalam?”

Suara itu membuat lamunan Suzy buyar. Dia membuka pintu ruangannya dan membiarkan orang tersebut masuk.

“Wajahmu kusut. Kenapa lagi?” Tanya Chae Won, tamu Suzy yang baru saja masuk.

Ani.”

“Jangan berbohong! Kau tak bisa membohongiku, Bae Suzy. Atau kusebut Suzy Tuan? Hahaha… menyebutnya sungguh lucu.”

“Diam kau!”

Chae Won mengatupkan bibirnya. Sepertinya Suzy memang dalam keadaan tak baik. Bahkan dia berani membentaknya. Padahal kan niatnya hanya bercanda.

“Ada apa?” Tanya Chae Won lagi.

Dia menatap Suzy yang masih berdiri di tempatnya. Menatap kosong.

“Aku bingung.” Chae Won menegakkan punggungnya yang semula menyender di kursi. “Kenapa semuanya terjadi?”

Chae Won semakin mengerut tak mengerti. Kenapa dengan Suzy? Aneh sekali kata-katanya.

“Masalah dengan siapa kali ini?”

“Mark oppa sudah tahu kalau Myungji dan Myungsoo oppa dekat. Dan sekarang dia bersikap sangat baik pada Myungji. Membangunkan Myungji, menggendongnya, bahkan mengantarnya ke sekolah.” Jelas Suzy.

Chae Won menghela nafasnya. Rupanya masalah Suzy bertambah lagi.

“Itu sebenarnya bagus. Bagaimanapun yang Myungji tahu, Mark oppa-lah appa-nya. Geundae… Aku mengerti kebingunganmu. Terlebih setelah kau cerita kalau Mark oppa menyatakan perasaannya padamu. Sementara kau masih tak jelas dengan perasaanmu sendiri. Di sisi lain kau ingin bisa bahagia dan membuka hatimu bersama Mark oppa. Tapi di sisi lain kau juga masih menyimpan perasaan bersama Myungsoo oppa. Aku bisa mengerti.”

Penjelasan Chae Won tadi membuat Suzy semakin bingung. Tapi memang itulah yang dirasakannya.

“Semuanya tetap ada di tanganmu. Dan yang terpenting sekarang adalah Myungji. Perasaan gadis kecilmu itu yang harus kau pikirkan apapun keputusanmu. Arraseo?

Suzy menatap Chae Won dan tersenyum. Mungkin benar, gadis kecilnya lah yang terpenting sekarang.

**

Jam menunjuk ke angka setengah dua belas. Sebentara lagi Myungji keluar tapi Mark masih bergelut dengan berkas-berkas di hadapannya.

“Nona Jung, tolong batalkan makan siang hari ini dengan Tuan Hwang. Aku ada urusan. Dan pending semua jadwal sampai besok.” Ucap Mark di telponnya.

Dia tergesa. Membereskan berkas-berkas seadanya lalu segera keluar dari kantor dan menuju mobilnya di basement.

“Semoga aku tidak terlambat.” Ucap Mark di dalam mobil.

Sial karena macet tiba-tiba terjadi. Dan ini karena iring-iringan Presiden yang melintasi jalan yang dilewati Mark. Terpaksa dia harus menunggu 15 menit sampai iring-iringan itu selesai lewat.

Mark langsung melajukan mobilnya secepat mungkin. Dia tak mau membuat Myungji kecewa padanya. Dia tak mau Myungsoo merebut Myungji darinya. Dia tak rela dan tak akan pernah rela.

**

Myungji menunggu kesal di tempat duduknya. Dari tadi Yoogeun sudah dijemput oleh eomma-nya sementara dia?

“Kau yakin tidak mau pulang bersama kami, Myungji-ah?” Tanya Chae Won.

“Tidak imo. terima kasih. Tapi appa akan menjemputku.” Sahut Myungji.

“Ya sudah imo akan menunggu sampai appa-mu datang. Kalian bermain lagi saja, ne! Nanti kalau appa-mu datang, imo beritahu!” Sahut Chae Won.

Myungji mengangguk lemah. Tangannya ditarik oleh Yoogeun untuk kembali ke taman bermain.

“Kau di sini?”

Chae Won mendongak. Dahinya langsung berkerut saat melihat siapa yang bertanya padanya.

“Myungsoo oppa?” Tanya Chae Won.

Wae? Kenapa kau kaget seperti melihat hantu.”

Chae Won tengah berpikir. Bukankah Myungji bilang dia dijemput appa-nya. Lalu kenapa Myungsoo yang di sini? Atau…

Chae Won menggelengkan kepalanya seketika.

Ani oppa. Aku mau menjemput Yoogeun, kau mau menjemput Myungji?”

Myungsoo menganggguk pasti. Dia selalu senang jika sudah waktunya dia menjemput Myungji. Dalam satu minggu, Suzy memberikan tiga hari untuknya menjemput Myungji.

“Kurasa kau harus mengurungkan niatmu itu, Kim Myungsoo-ssi.”

Suara Mark membuat suasana menegang seketika. Itulah yang Chae Won rasakan dari nada bicara Mark. Sepertinya namja itu benar-benar marah.

Appa…

Panggilan Myungji membuat Myungsoo dan Mark menoleh pada gadis kecil yang sudah berlarian ke arah mereka. Senyuman Myungsoo melebar tapi hanya beberapa detik karena dia harus menelan kekecewaan karena Myungji menghampiri Mark. Sementara Mark tersenyum miring ke arah Myungsoo.

“Aku tahu appa akan…” Mata Myungji bertemu dengan mata Myungsoo. Yeoja kecil itu sejenak melihat ke arah Myungsoo dan Mark secara bergantian. Wajahnya menjadi murung seketika.

“Ada apa Myungji-ah?” tanya Mark.

Appa tidak akan memukul Myungsoo samchon karena dia menemuiku, kan?” Tanya Myungji polos.

Mark menghela nafasnya perlahan dan tersenyum.

“TIdak, chagi. Kemarin hanya salah paham. Urusan orang dewasa.” Sahut Mark.

“Kalau begitu, apa boleh kita mengajak samchon jalan-jalan juga?”

Pertanyaan itu membuat Mark serba salah. Tentu saja dia akan menolaknya mati-matian. Tapi sayang dia tak bisa karena Myungji yang meminta.

“Kalau samchon kesayanganmu bersedia?”

Myungji lantas menghampiri samchon dan memasang wajah memelasnya pada Myungsoo.

“Baiklah. Tapi hanya sebentar, ne?” Ucap Myungsoo sambil mengacak rambut Myungji.

Lantas ketiganya menuju mobil setelah berpamitan dengan Chae Won yang masih heran dengan apa yang baru saja dilihatnya.

“Kupikir lebih baik Suzy mempunyai dua suami. Bukankah adil?” Gumam Chae Won sambil menggedikkan bahunya.

**

Suasana di café es krim begitu sepi. Hanya ada dua meja yang terisi dan keduanya berjauhan. Mungkin lantaran di luar kini sudah turun hujan.

Appa, samchon selalu membawaku ke sini. Geundae, appa jangan bilang eomma, ne! Dia pasti akan memarahiku.” Ucap Myungji.

Mark hanya tersenyum dan mengangguk.

Samchon, kau mengenal appa-ku juga? Kenapa dunia begitu sempit?” Ucap Myungji lagi mengingat kata-kata Jack atau Sehun saat dua samchon-nya itu menggoda seorang yeoja.

Dan Myungsoo hanya menggumamkan kata ‘iya’ pada gadis kecil itu.

Mungkin hanya celotehan Myungji yang terdengar di sana. Selebihnya? Suasana di luar dan di dalam rasanya hampir sama. Dingin dan kelam. Terlebih karena orang yang berhadapan itu saling menahan emosi mereka. mereka sama-sama tak suka satu sama lain. Tapi terpaksa harus berhadapan seperti ini.

Appa, Myungji mau main sebentar ne. Boleh kan?” Tanya Myungji sambil menunjuk ke arah area bermain yang sepi itu.

Ne. Jangan lama-lama dan hati-hati!” Sahut Mark.

Myungji mengangguk patuh dan segera berlari ke arah area itu.

Sepeninggalan Myungji, suasana dingin semakin terasa. Kedua namja itu masih terpaku di tempat mereka dan bergumul dengan pikiran mereka.

“Jadi sekarang kau bertindak seperti appa yang baik? Cih…” Desis Myungsoo.

“Lalu kau? Kau bertindak seolah-olah kau appa-nya.” Sahut Mark.

“Aku memang appa-nya.”

“Apa seorang appa meninggalkan anak-nya bahkan sebelum anak itu lahir?”

Kata-kata Mark membuat Myungsoo menggeram. Dia memang salah. Dia tahu itu. Tapi bukan berarti dia tak pantas disebut sebagai appa Myungji bukan?

“Tapi bukankah yang terpenting adalah kasih sayang? Walaupun aku baru beberapa bulan ini bertemu dengannya, dia merasa nyaman denganku. Dan kurasa dia menyayangiku dibandingkan kau.” Sahut Myungsoo tak mau kalah.

Dan kali ini Mark yang terkatup bibirnya. Dia hanya terlalu sibuk karena pekerjaan dan obsesinya untuk berhasil agar bisa membawa ibu-nya tinggal bersamanya. Tapi dia sungguh menyayangi Myungji.

“Aku akan memperbaikinya. Dan sebaiknya kau tak menghalangiku.” Ucap Mark tegas.

“Aku juga sedang memperbaiki kesalahanku. Dan kau juga sebaiknya tak menghalangiku.” Sahut Myungsoo.

Keduanya memalingkan wajah. Terlampau kesal dengan lawan bicara mereka. Sampai kedua mata mereka menatap ke arah area bermain.

“Myungji… Eoddiga?” Pekik Mark saat melihat tak ada siapapun di area itu.

Myungsoo pun tak kalah paniknya. Dia langsung menghampiri area itu dan mencari Myungji. Mark pun menyusulnya dan mencoba bertanya ke beberapa pelayan di sana.

Drrt… drrt… Ponsel mereka berbunyi bersamaan.

Oppa aku membawa Myungji ke butik. Sebaiknya selesaikan urusan kalian.’

“Choi Chae Won.” Gumam keduanya bersamaan.

**

“Kurasa mereka akan berkelahi, jadi daripada Myungji kenapa-kenapa, kubawa saja ke sini.” Sahut Chae Won santai saat Suzy bertanya.

“Ck… Mereka seperti anak kecil.” Sahut Suzy.

“Tapi mereka seperti itu karenamu, Bae Suzy.” Sahut Chae Won kesal.

“Aku? Kenapa aku?”

“Mereka namja yang mencintaimu. Juga Myungji. Dan jelas mereka ingin kalian berdua dimiliki seutuhnya. Mana mungkin ada yang mau mengalah kalau begitu.”

Suzy menghela nafas kasar. Chae Won benar. Mereka berdua akan terus-terusan saling mendelik tajam saat bertemu bahkan mungkin sampai berkelahi. Lantas apa yang bisa dilakukannya?

“Lalu aku harus melakukan apa?”

“Memilih. Atau tidak memilih.”

Suzy mengerutkan dahinya. Apa maksud perkataan Chae Won?

“Kau tinggal pilih satu di antara mereka. Dengan catatan kau akan menyakiti yang lainnya. Atau kau tidak memilih keduanya. Tapi kalau begitu mungkin tidak hanya mereka yang sakit hati. Kau dan Myungji juga.”

Suzy menggigit bibir bawahnya. Tidak memilih yang dimaksud Chae Won mungkin adalah menjauhi keduanya. Sama sekali tidak berhubungan lagi dengan mereka. Benar-benar pergi dari kehidupan mereka.

“Aku tak tahu.”

“Kau masih punya banyak waktu untuk memikirkannya. Tapi semakin kau mengulur waktu, rasa sakit yang ditimbulkan akan semakin dalam.”

Kepala Suzy semakin pening saja mendengar kata-kata itu. Dia tahu semua resikonya. Dia juga tak mau mengalami hal ini. Kalau bisa dia mau melepaskan semuanya dan hidup tenang meski hanya dengan Myungji. Tapi apa dia bisa? Lalu bagaimana perasaan Myungji nanti?

**

Mark masih duduk di depan meja kerjanya. Jam menunjuk ke angka 4. Harusnya dia sudah pulang, tapi dia masih enggan untuk beranjak dari sana. Entahlah… Pikirannya saat ini masih ragu untuk pulang. Dia masih terpaku dengan percakapannya tadi siang di cafe es krim dengan Kim Myungsoo.

Myungsoo benar.

Dia bersalah.

Mengabaikan Myungji.

Tak memberinya kasih sayang.

Lalu? Kenapa dia tak bisa memperbaikinya? Dia tak ingin terlambat untuk merebut hati Myungji lagi. Dia tak mau Myungsoo yang lebih besar mendapat bagian di hati yeoja kecilnya. Bahkan mungkin Suzy.

Tapi memikirkan Suzy, sekali lagi membuat dadanya sesak. Dia sadar betul jika yeoja yang sudah dinikahinya tiga tahun itu, masih mencintai Myungsoo. Hanya orang bodoh yang tak bisa menyadarinya. Bahkan mungkin Han Ahjumma pun tahu kalau dia dan Suzy memang tak ada ketertarikan satu sama lain. Tapi itu dulu saat di awal pernikahan. Karena kini Mark menyukai Suzy. Bahkan mungkin lebih.

Drrt… Drrt….

Mark menghentikan pikiran-pikirannya sejenak. Dia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Mungkin itu telpon dari Suzy atau Myungji. Itu harapannya. Tapi rupanya harus dipupuskan begitu saja setelah melihat nomor asing di layar ponselnya. Dahinya mengerut sebelum akhirnya dia menjawab telpon itu.

Gege, di mana alamat rumahmu?”

Satu kalimat itu membuat tubuh Mark tersentak. Dia tahu jelas siapa yang memanggilnya dengan sebutan ‘gege’ dan kini yeoja itu meminta alamat rumahnya. Untuk apa?

“Yerin-ah, kau di Korea?”

“Ya, sejak setengah jam yang lalu. Rumah lama-mu ternyata kosong. Di mana rumahmu sekarang.” Sahut Yerin disebrang sana.

Mark menghela nafas gusar. Ini semakin membuat pikirannya pelik. Terlalu rumit untuk diungkapkan dan dijabarkan satu persatu. Seperti benang kusut yang semakin kusut.

“Kembalilah!”

Kata itu yang akhirnya dilontarkan Mark. Dia tak ingin kedamaiannya kembali terganggu. Damai? Bahkan sekarang sudah tidak. Tapi kedatangan Yerin menambah daftar masalah di otaknya. Dan membuat kata kedamaian di hidupnya semakin jauh.

“Tidak. Aku sudah di sini, hari juga sudah mulai malam. Ayolah gege, beritahu aku!” Pinta Yerin.

“Sebaiknya kau cari hotel saja. Aku akan menemuimu.”

“Baiklah. Janji kau akan menemuiku.”

“Ne…”

Mark menutup telponnya. Kepalanya semakin berat. Dia merasa hidupnya benar-benar semakin tak tenang. Dan akan sulit meminta yeoja itu untuk kembali ke Taiwan kalau sudah begini.

**

Appa tidak akan makan malam dengan kita eomma? Kenapa jam segini belum pulang? Apa lembur lagi?”

Rentetan pertanyaan itu membuat Suzy sedikit pening. Myungji baru saja senang karena appa-nya menemaninya seharian ini. Membuat hati yeoja kecil itu berbunga-bunga. Tapi sekarang, setelah melihat pesan dari Mark bahwa dia mungkin akan pulang larut, dia khawatir Myungji akan kecewa.

“Sepertinya appa ada pekerjaan, chagi. Bukankah tadi dia menemanimu makan es krim. Mungkin pekerjaannya jadi menumpuk.”

“Ini salah Myungji ya, eomma?

Ani, chagi. Appa-mu hanya lupa karena pekerjaannya banyak. Mungkin dia terlalu senang bisa makan es krim bersamamu.”

“Eoh… nanti aku tanyakan kalau dia pulang. Aku senang appa hari ini menemaniku.” Ucap Myungji dengan senyuman lebarnya.

Suzy ikut tersenyum. Melihat putri kecilnya se-bahagia ini tentu saja membuat Suzy bahagia. Dia harus berterima kasih pada Mark nanti.

Ppali meogo, Myungji-ah!

**

Myungsoo mengaduk secangkir Mocchachino di hadapannya. Menunggu hingga kopi-nya itu sedikit lebih dingin. Tidak seperti namja yang di hadapannya yang sesekali sudah meneguk Cappuccino-nya.

“Jadi, apa yang kalian bicarakan?”

“Tak banyak. Sedikit bersitegang mengenai kesalahan masing-masing. Aku yang meninggalkan Myungji dan dia yang terlalu sibuk.”

“Kalian memang salah. Dan sekarang Suzy juga Myungji yang ada di tengah-tengah.”

“Kau benar, Minho-ah. Aku memikirkan perasaan Myungji saat dia harus kehilangan salah satu dari kami. Dia pasti sangat sedih.” Lirih Myungsoo.

“Dia masih terlalu kecil untuk dapat memahami apa yang terjadi antara kau, Suzy, dan Mark. Yang dia inginkan hanya bisa mendapat kasih sayang kalian bertiga. Mungkin selebihnya, hanya cukup kalian bertiga yang tahu.”

“Maksudmu?”

Minho meneguk Cappuccino-nya lagi. Lantas mata bulatnya menatap Myungsoo kembali.

“Apa? Memang aku bicara apa?”

Myungsoo mendesis kesal. Mengapa sahabatnya ini begitu menyebalkan? Dia jadi berharap yang diajaknya curhat sekarang adalah Jackson atau Sehun. Mungkin mereka bisa sedikit menghibur. Walaupun dia yakin tak mungkin keduanya mau duduk bersamanya di satu meja seperti ini.

“Apa kau kerasukan, Choi Minho?”

“Haha… Ani. Aku hanya sedikit belajar bijaksana seperti istri dan kakak iparku. Dan rupanya berhasil membuatmu tertarik dengan kata-kataku. Hebat, bukan?”

Lagi-lagi Myungsoo mendesis. Sepertinya pekerjaan Minho bukan lagi seorang dokter sekarang karena namja itu lebih cocok jadi pasien seorang psikolog.

“Aku sedang serius tapi kau malah bercanda.” Dengus Myungsoo.

“Aku hanya sedikit membuatmu rileks, Myung. Kau terlihat terlalu tegang dan kaku beberapa bulan belakangan. Tak seperti Kim Myungsoo yang kukenal.”

“Maaf. Tapi keadaan yang membuatku begini. Jadi, kau mengerti kan maksud dari kata-katamu? Apa perlu aku bertanya pada Siwon hyung arti kata-katamu itu?”

“Tidak perlu. Bayarannya terlalu mahal hanya untuk mengartikan kalimatku. Well, maksudku adalah jika suatu saat nanti Suzy memilih satu di antara kalian, kalian tetap harus bersikap seperti biasanya di depan Myungji. Misalkan saja Suzy nyatanya memilih Mark untuk menjadi suaminya seumur hidup. Kau harus tetap menyayangi Myungji, tidak meninggalkannya, atau menjauhinya. Dia pasti akan kecewa. Dan sebaliknya, Mark juga begitu.”

Myungsoo mendengarkan kata-kata yang disampaikan Minho padanya. Mungkin ada benarnya. Bagaimanapun perasaan Myungji masih terlalu halus untuk dilukai. Dan hanya karena kesalahan orang dewasa, haruskah dia terluka?

“Akan kucoba.” Ucap Myungsoo.

**

Mark menemui Yerin seperti yang dijanjikannya. Bahkan dia harus menahan perasaan bersalahnya pada Myungji yang pasti kecewa padanya.

“Kubilang kau sebaiknya kembali, Baek Yerin!” Ucap Mark tegas dengan tatapan tajamnya.

Gege, aku ingin bersamamu. Mama juga mengijinkan.”

“Jangan sebut mama-ku seperti itu! Dia bukan mama-mu. Dan dia bukan orangtuamu!”

Yerin mengatupkan mulutnya. Dia merengut kesal pada Mark.

“Kalau begitu biarkan aku mengenal istrimu juga anakmu saja! Aku hanya ingin tahu dan nanti akan kuberitahu mama juga.”

Mark menghela nafas frustrasi. Dapat dipastikan apa yang memang jadi tujuan Yerin ke sini dari kalimat tadi. Yeoja itu ingin melihat Suzy dan Myungji. Tapi Mark tentu saja sangat khawatir pada apa yang mungkin akan dilakukan yeoja labil ini pada mereka. Terlalu bahaya terlebih setelah Yerin mengungkapkan perasaannya.

“Tidak perlu. Mama akan kuberitahu nanti. Aku akan mengajak mereka ke Taiwan suatu hari nanti.” Sahut Mark.

Yerin tak kehabisan akal. Tujuannya ke Korea memang untuk menemui Mark, mengetahui siapa yeoja yang dinikahi Mark juga anak mereka. Dia harus tahu apa pernikahan mereka sungguhan? Atau hanya akal-akalan Mark untuk menjauhinya?

“Aku takkan pulang sebelum kau memberitahu padaku.” Tegas Yerin.

“Terserah!” Pekik Mark.

Namja itu kini beranjak dari kursinya meski makanan yang dipesan baru saja datang. Rasanya dia tak nafsu makan setelah melewati pertengkaran ini. Dia lantas keluar dari restoran dan meninggalkan Yerin sendirian.

Yeoja itu mendengus kesal lantas mengambil tasnya dan menyusul Mark.

Gege, tunggu!” Pekik Yerin di belakang Mark.

Dia lantas berlari kencang dan saat berhasil menggapai Mark, yeoja itu memeluk tubuh Mark dari belakang. Mark tersentak seketika.

Gege, aku benar-benar mencintaimu. Tolong, beri aku kesempatan!” Isak Yerin dipelukannya.

Mark melepaskan tautan Yerin padanya, membalik tubuhnya dan menatap Yerin dengan tatapan tajamnya.

“Dengarkan aku, Baek Yerin! Aku sudah menikah dan punya anak. Aku mencintai istri dan anakku itu. Jadi kumohon, mengertilah! Kau bisa mencari namja lain yang mencintaimu. Tapi bukan aku. Selama ini, aku hanya menganggapmu adik kecilku. Maaf kalau ternyata kau salah mengartikannya. Tapi kutegaskan sekali lagi, aku tidak mencintaimu. Aku hanya mencintai istri dan anakku. Arraseo?” Jelas Mark panjang lebar.

Usai mengatakannya, Mark langsung masuk ke dalam mobilnya dan melajukannya meninggalkan tempat Yerin berdiri. Yeoja itu terpaku di tempat. Tak bergeming dengan air mata yang tumpah di wajahnya.

Bahkan Mark tak menyeka air matanya sama sekali. Tidak mencoba menenangkannya. Dia bukan lagi Mark yang dulu. Bukan Mark yang hangat dengan senyuman manisnya.

“Aku takkan menyerah, gege. Tidak akan pernah.” Gumam Yerin tegas.

** To Be Continued **

*NB : Heellllooowww…. Balik lagi The Regretnya. Memuaskan? Semoga hehehe… Jujur kayaknya ini ff bakalan panjang. Aigoo… alurnya bener-bener lambat ne? Dan seingatku ini alur yang paling lambat yang pernah aku buat padahal di awal part itu cepet. Semoga tetep suka dengan ff ini. Mian kalo menunggu lama.

Review buat part ini, di sini aku tegaskan lagi kalo Mark gak pernah punya perasaan apa-apa ke Yerin. Hanya sekedar oppa-dongsaeng. Wae? (Soalnya aku gak rela) hahaha… gak sih bukan itu juga walau itu alasan lainnya, tapi lebih karena pengen bikin kisahnya gak semudah itu. Kalo Mark dan Yerin saling mencintai, atau minimal Mark pernah punya perasaan, itu bakal ketebak endingnya. Myung sama Suzy, dan Mark sama Yerin. But it’s not simple *padahal udh pusing setiap buat lanjutannya tetep aja pengen bikin ribet * Suzy bakal semakin galau buat milih sementara Myungji jadi berasa punya dua appa. Kkkk… tapi Myung sama Mark gak mau ngalah. Itu ribet kan? Belom lagi Yerin yang terobsesi sama Mark dan masih gak percaya Mark belom nikah. Nah loh? Di sini aku masukin couple Minho-Chae Won buat kasih sedikit pencerahan kepada Myungzy. berharap dari apa yang dikatakan mereka bisa bikin mereka lebih sadar. Hahaha… Padahal mah numpang eksis doank kkk

Aigoo kenapa panjang gini note-nya? hahaha Jadi, dimohon komentarnya ne.. Mungkin dari komentar kalian author bakal dapet inspirasi dan pastinya dapet semangat buat ngerjain lanjutannya. kkkk… Gamsaheyo *BOW*

205 responses to “The Regret (Part 8)

  1. Duhhhhh.. pusiang deh.. pst gk mau ngalah mereka berdua.. n myungji sayang sm 2″nya.. aigoo.. gmn suzy gk bingung..
    Mana nih eomma myung? Butuh bala bantuan.. hahahaha..

    Yerin menyeringai gt. Jd feeling gk enak nih..

Tinggalkan komentar